Hikayat Sa-ijaan dan Ikan Todak Alkisah, pada masa dahulu, hiduplah seorang datu sakti bernama Datu Mabrrur. Ia bertapa di tengah laut, di antara Selat Laut dan Selat Makassar. Siang dan malam, ia memohon kepada Sang Pencipta agar diberi sebuah pulau—tempat bagi anak cucunya kelak. Suatu hari, seekor ikan besar muncul dari permukaan laut dan menyerangnya. Ikan itu adalah Raja Ikan Todak, penguasa lautan. Ia datang karena merasa terusik oleh samadi Datu Mabrrur. Namun Datu Mabrrur terlalu sakti—serangan ikan itu terpental dan akhirnya terjepit di sela karang. Dengan lemah, Raja Ikan Todak memohon: > “Datu, tolonglah aku. Sembuhkan luka-lukaku dan kembalikan aku ke laut. Aku bersumpah akan mengabdi padamu.” Datu Mabrrur pun setuju. > “Baiklah. Sebagai sesama makhluk ciptaan-Nya, aku akan menolongmu.” Setelah sembuh, Raja Ikan Todak berjanji akan memenuhi impian Datu Mabrrur: menciptakan sebuah pulau dari dasar laut. Mereka membuat perjanjian: harus seia sekata, saling membantu, sampai ke anak cucu mereka. Keesokan malamnya, terdengar gemuruh dari dasar laut. Jutaan ikan bekerja bersama, mendorong dan mengangkat daratan dari bawah lautan. > “Sa-ijaan! Sa-ijaan!” seru Raja Ikan Todak dan para ikan. Daratan itu terus naik... dan perlahan, muncullah sebuah pulau yang indah, lengkap dengan bukit, lembah, dan pepohonan hijau. Datu Mabrrur bersyukur kepada Sang Pencipta dan menamai pulau itu Pulau Halimun — yang kini dikenal sebagai Pulau Laut. Sebagai pengingat perjanjian suci itu, kata “Sa-ijaan” dijadikan slogan dan lambang kebanggaan masyarakat Kotabaru.
